Minggu, 03 Oktober 2010

Sekelumit Perjalan HMI Cabang OKU Timur

Sakti A Faqih
Ketua Umum HMI Cabang OKU Timur
Periode 2009-2010
             Kurang lebih 2 tahun sudah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang OKU Timur berdiri. Waktu yang cukup singkat jika kita memandang dari sudut perjalalanan waktu. Namun, 2 tahun adalah waktu cukup panjang jika kita memandang dari sudut perjuangan dan pengorbanan menuju HMI OKU Timur seperti yang kita lihat hari ini. Perjalan yang dimulai dari titik nol (Nol kecil /o), menuju pada tahapan dimana kita harus mampu mensejajarkan diri dengan Cabang-cabang HMI lain atau menjadi Cabang HMI dengan seutuhnya. Tak pelak perjuangan ini pun meninggalkan banyak cerita dan sejarah yang akan sangat panjang untuk diuraikan. Namun, setidaknya kita harus ingat bahwa didalam perjuangan itulah kita mampu melihat dan memahami bagaimana sepak terjang dan bukti eksistensi HMI OKU Timur dalam pergumulannya dengan sang waktu.
Dalam sejarah perjalanan HMI OKU Timur, ada beberapa fase dimana kita harus mampu memahaminya guna memberikan spirit lebih terhadap nilai perjuangan HMI khususnya bagi kader-kader HMI itu sendiri. Pertama; “Embrio” HMI OKU Timur yang pada saat itu di nahkodai oleh Suyatmin, SPd.I adalah pemekaran dari Cabang Baturaja OKU Induk. Pada awal mulanya HMI Memulai kemandiriannya dengan menyandang sebagai Cabang Persiapan OKU Timur. Sungguh sebuah awal yang sangat berat, karena pada saat itu kita dengan keterbatasan Kader dan Pengurus harus mampu menyelenggarakan segala kegiatan Organisasi dengan mandiri. Walau, dari Cabang Baturaja masih sering memantau dan mengarahkan kita, namun karena letak geografis yang sangat jauh, mau tidak mau kita tidak boleh hanya menggantungkan diri terhadap apa yang akan diberikan oleh Cabang Baturaja. Sehingga dengan segala kekurangan yang ada, Suyatmin dkk mencoba untuk berjuang menuju kesempurnaan yang menjadi cita-cita bersama.
Kedua; “Perjuangan” Perjuangan Suyatmin dkk yang dilakukan tanpa lelah untuk menunjukkan eksistensi HMI OKU Timur ternyata tidak dengan mudahnya mendapatkan pengakuan, khususnya dari Pengurus Besar (PB) HMI. Ada beberapa hal yang dianggap masih perlu adanya bukti faktuil tentang keberadaan dan eksistensi HMI OKU Timur pada saat itu. Sehingga, harapan untuk mendapatkan pengakuan Nasional (PB HMI) menjadi Cabang Penuh pun belum mampu direalisasikan pada Rapat Pleno II PB HMI. Perjuangan harus dilanjutkan dan sepertinya ingin mereguk keringat seluruh Anggota HMI OKU Timur sampai pada dasarnya. Akhirnya kegiatan-kegiatan yang mampu memberikan bukti keberadaan dan eksistensi HMI OKU Timur, harus mereka wujudkan dengan segera. Sehingga dengan dibantu oleh segenap Alumni dan relawan HMI, mereka mencoba untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang cukup berat pada saat itu. Diantaranya; mengadakan LK II Tingkat Regional, Pelantikan PMD KAHMI OKU Timur dan tak ketinggalan menggalang Aksi Damai besar-besaran pada Hari Sumpah Pemuda Tahun 2009 dan Pelantikan DPRD OKU Timur Periode 2009-2014.
Ketiga; “Pengukuhan” tak terhitung sudah keringat, tenaga dan fikiran yang harus dikeluarkan oleh Suyatmin dkk kala itu. Ujian dan rintangan datang silih berganti, memaksa mereka untuk meneteskan air mata pada penghujung kegiatan-kegiatan besar yang diluar kemungkinan mampu berjalan dengan sukses. Sungguh sebuah perjalanan yang hebat dan berat yang harus mereka lalui, namun dengan tekad dan kemauan yang tiada pernah patah, akhirnya pada tanggal 20 Juni 2010, perjuangan itu dihadiahi oleh sebuah pengakuan Nasional (PB HMI). Ya, pada Rapat Pleno III PB HMI, HMI Cabang OKU Timur sah dinyatakan/dikukuhkan sebagai Cabang Penuh atau dengan kata lain memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti 171 Cabang lainya yang tersebar Seantero Nusantara ini.
Keempat; “Pembuktian” Pengukuhan HMI Cabang OKU Timur Menjadi Cabang Penuh itu pun memberikan konsekuensi yang tidak mudah bagi Kader-kader HMI OKU Timur khususnya bagi para pengurusnya. Bagaimana tidak, sekarang nama HMI Cabang OKU Timur tidak lagi diembel-embeli  dengan kata Persiapan lagi. Nama yang menunjukkan HMI Cabang OKU Timur adalah cerminan dari 171 Cabang yang ada di Indonesia ini. Tentunya ini bukanlah perkerjaan yang mudah bagi Nahkoda baru HMI Cabang OKU Timur (Sakti A Faqih dkk) untuk menjawab tantangan tersebut. Apalagi, kader-kader yang ada di HMI Cabang OKU Timur masih belum bagitu banyak yang mampu dan ditambah dengan kondisi cabang yang masih banyak kekurangan disana-sini. Namun, keyakinan akan eksistensi HMI Cabang OKU Timur yang terukir dalam sejarah dan diri mereka seharusnya memberikan spirit lebih untuk menjadikan HMI Cabang OKU Timur seperti apa yang teramanahkan dalam Mission HMI.
Kondisi hari ini HMI Cabang OKU Timur masih dalam keadaan yang labil. Masih banyak kendala-kendala internal yang masih perlu dibenahi terlebih dahulu karena bertumpu pada peran dan fungsi organisasi. Bagaimana organisasi ini mampu memerankan perannya dan memfungsikan fungsinya jika Internal mereka belum tertata dengan baik. Sehingga ini membutuh pemikiran dan kerja keras yang lebih bagi seluruh kader dan pengurus HMI Cabang OKU Timur. Karena sudah selayaknyalah HMI Cabang OKU Timur mulai berbenah diri menuju cita-cita sejarah dan khitahnya sebagai Organisasi Ke-Islaman, Ke-Indonesiaan dan Ke-Umatan.
Begitulah secara singkat sejarah HMI OKU Timur ini kami sampaikan. Tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan didalamnya, sehingga masih membutuhkan koreksi dari temen-temen HMI khususnya kader-kader HMI Cabang OKU Timur untuk ditambah atau dikurangi. Namun, kami berharap uraian diatas dapat dijadikan sebuah bahan renungan bagi semua Kader HMI dimanapun berada khususnya buat Adek-adek Kader HMI Cabang OKU Timur. Sehingga kita semua mampu melihat begitu berharganya perjuangan dan keringat yang telah tercucur emi tegaknya bendera Hijau Hitam itu. Bukan hanya untuk kita (Aktivis HMI) namun, untuk semua Umat Islam, Masyarakat dan Bangsa Indonesia. Seperti kata Panglima Sudirman, “HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia”.

Yakusa

Pendamping Setia Bung Hatta


Siti Rahmiati Hatta (1926-1999)

Siti Rahmiati Hatta, puteri bangsa kelahiran Bandung, 16 Februari 1926, menikah dengan Muhammad Hatta (Proklamator dan Wakil Presiden RI pertama) di Megamendung, Bogor, 18 November 1945. Ia pendamping Bung Hatta, setia sepanjang hidup, mengukir sejarah Indonesia dari belakang panggung. Siti Rahmiati meninggal di Jakarta, 13 April 1999.

Siti Rahmiati Hatta menyelesaikan pendidikan Christelijke Lyceum (setingkat SMA) di Bandung. Pertama kali bertemu dengan Bung Hatta pada saat ia berusia 17 tahun. Saat itu (1943), Bung Hatta bersama Bung Karno baru kembali dari pengasingan. Rema ja putri Rahmi dan adiknya Raharty (putri Rachim), keduanya sebagai aktivis Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), ikut dalam upacara penyambutan di rumah Mr Sartono, tokoh pergerakan nasional. Saat itu, Rahmi dan Raharty bersalaman dengan Bung Hatta dan Bung Karno.

Dua tahun kemudian, hanya beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Bung Karno melamarnya untuk bersedia mendampingi Bung Hatta. Rahmi dan Hatta pun resmi menikah di Megamendung, Bogor, 18 November 1945, hanya tiga bulan setelah proklamasi. Pernikahan ini dianugerahi tiga anak: Meuthia, Gemala, dan Halida. Rahmi mendampingi Bung Hatta (hingga wafat di Jakarta, 14 Maret 1980) selama 35 tahun, dalam senang dan susah.

Sambil mendampingi Wakil Presiden Bung Hatta, Rahmi pun masih menyempatkan diri memperdalam beberapa bahasa asing, sejarah, dan ilmu politik di bawah bimbingan tutor pribadi. Ia juga punya perhatian mendalam pada pengetahuan dan kesenian, khususnya seni lukis. Sejak remaja hingga menikah dan menjanda, juga aktif selalau di bidang sosial. Ia seorang yang sangat peduli pada orang lain.

Seorang ibu yang bijaksana dan mampu mengurus keluarga dengan baik serta setia dan kuat menyimpan segala kesusahan dan kesedihan. Ia isteri yang sungguh sepadan dengan Bung Hatta. Kendati berusia 24 tahun lebih muda dan memiliki latar belakang yang sangat berbeda dengan Bung Hatta (seorang ilmuwan dan politikus ternama), Rahmi yang saat menikah berusia 19 tahun, mampu berperan sebagai pendamping sepadan.

Rahmi selalu setia dan memberi dukungan kepada Bung Hatta, sang pembesar, tapi hidup sangat bersahaja, bersih, bahkan akan lebih memilih merugikan dirinya sendiri ketimbang merugikan negara.

Sebagai contoh, dari sekian banyak pengalaman Rahmi mendamping Bung Hatta. Suatu ketika, tahun 1950-an, Rahmi ingin membeli sebuah mesin jahit dari tabungan mereka selama bertahun-tahun. Tiba-tiba pemerintah mengumumkan pemotongan uang (Oeang Republik Indonesia). Rahmi mengeluh kenapa Hatta—saat itu menjabat wakil presiden RI—tidak membisikkan hal itu kepadanya.

Bung Hatta, suaminya, hanya menjawab "Yoeke, rahasia negara tidak ada sangkut-pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga," ujar Hatta, sebagaimana dituliskan Rahmi dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (memoar yang diterbitkan 1979).

Termasuk pengalaman saat Bung Hatta hidup dalam pengasingan di Bangka, tatkala Meuthia masih berusia 21 bulan, sebagai salah satu tahap yang berat dalam hidup perkawinan mereka. Rahmi pendamping setia dan sepadan, tidak pernah meminta lebih dari yang diberikan kepadanya. Hidup bersahaja, bersih, tenang, serta peduli dan berguna bagi orang lain.

Bayangkan, pernah suatu ketika, saat Rahmi menerima bunga dari uang simpanannya di bank, ia mendengar seorang kerabatnya akan menunaikan ibadat haji. Uang bunga simpanan itu langsung diberikannya semua, bahkan masih ditambah lagi dengan uang yang lain. Rahmi sendiri, bersama Bung Hatta telah menunaikan ibadat haji pada 1952.

Kebersahajaannya juga terlihat ketika Rahmi mendapat hadiah sebuah rumah dari negara dengan luas bangunan 615 mu22, dan luas tanah 2.000 mu22. Ia sangat haru. Namun, rumah pemberian negara itu agaknya terlalu besar bagi keluarganya, sehingga lebih baik digunakan untuk keperluan-keperluan sosial. Itulah Rahmi yang hidup bersahaja, bersih, tenang, serta peduli dan berguna bagi orang lain, hingga ajal memanggilnya di Jakarta, 13 April 1999 dan dikebumikan di pekuburan Tanah Kusir. ►Hotsan, Ensiklopedi Tokoh Indonesia (TokohIndonesia.com)

(dari berbagai sumber, terutama www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/S/ads,20030626-29,S.html).

“Kawin Gantung” Bung Karno – Utari

rosodaras
Suatu hari, pencarian dengan istilah “istri pertama Bung Karno” yang “nyasar” ke blog ini jumlahnya mencapai 49. Ditambah banyaknya pertanyaan “Siapa istri pertama Bung Karno?”, mengerucutkan saya pada kesimpulan, masih banyak yang belum tahu siapa istri pertama Bung Karno.
Demi melengkapi puzzle sejarah tentang Bung Karno, maka kisah pernikahan Bung Karno dengan istri pertama, harus ada. Demi alasan itu pula, naskah pendek ini ditulis.
Syahdan… permulaan tahun 1921, usia Bung Karno belum genap 21 tahun ketika adik H.O.S. Cokroaminoto menemuinya, dengan satu maksud, membujuk Sukarno agar mau menikahi putri Cokroaminoto yang bernama Utari, Siti Utari, yang ketika itu usianya belum genap 16 tahun.
Adik Cokro itu berdalih, sejak ditinggal mati istrinya, Cokroaminoto seperti limbung, tak bersemangat, bagaikan layang-layang putus talinya. Ia harus mengurus rumah pondokan, mengurus Partai Sarekat Islam, dan tentu saja membesarkan empat putra-putrinya. Lebih dari itu, Cokro sangat merisaukan masa depan putrinya.
“Ya, saya sangat berterima kasih kepada pak Cokro. Saya mencintai Utari… tapi tidak terlalu cinta. Sungguhpun begitu, kalau sekiranya cara ini dapat meringankan beban junjunganku, yah… saya bersedia,” Bung Karno mengakhiri dialog dengan paman Utari.
Tak lama setelah peristiwa itu, Bung Karno menghadap Cokro dan mengemukakan lamarannya. Cokro sangat gembira dan menyambut dengan hati berbunga. Demi calon menantu, Bung Karno langsung diminta pindah menempati kamar yang lebih besar, dengan perabot yang lebih lengkap.
Bandingkan… sebelumnya, di antara 8 penghuni kamar-kamar kos di rumah Cokro, hanya Sukarno yang menempati kamar paling sempit, tak berjendela dan tak berpintu. Karenanya, dalam penuturan kepada Cindy Adams di biografinya, Bung Karno mengisahkan, saking gelap dan pengapnya kamar yang ia huni, ia harus menyalakan lampu minyak siang hari sekalipun.
Selang beberpa hari kemudian, pernikahan Bung Karno dan Utari digelar. Pernikahan itu dinamakan “kawin gantung”, sebuah ikatan perkawinan yang sah menurut hukum maupun agama Islam. Orang Indonesia menjalankan cara ini karena beberapa alasan. Misalnya, sepasang laki-laki dan perempuan disatukan dalam ikatan “kawin gantung” terlebih dulu, karena keduanya belum cukup umur untuk dapat menunaikan kewajiban mereka secara jasmaniah. Atau, ada kalanya “kawin gantung” dilangsungkan, dengan cara mempelai wanita tetap tinggal di rumah orang tuanya, sampai mempelai laki-laki sanggup membelanjai rumah tangga sendiri.
Dalam hal Sukarno dan Utari? Begini penjelasan dia, “Aku dapat tidur dengan istriku kalau aku menghendaki. Akan tetapi aku tidak melakukannya karena dia masih kanak-kanak. Boleh jadi aku seorang pencinta, tetapi aku bukanlah seorang pembunuh anak gadis remaja. Itulah sebabnya kami melakukan kawin gantung. Pesta kawinnya pun digantung.”
Nah, ini yang lebih menarik. Sebelum ijab kabul dilangsungkan, terjadi dua peristiwa menarik dan takkan terlupakan oleh Sukarno. Pertama, untuk menghilangkan nervous, ia mengambil sebatang rokok, dan mengeluarkan sekotak korek api kayu. Rokok sudah terselip di antara bibir, dan Sukarno mengambil satu batang korek api, kemudian menggesekkannya di bagian pinggir. Apa yang terjadi? Syssstttt…buullll… nyala api menyambar batang-batang korek api yang lain di dalam kotak, dan terbakarlah tangan Sukarno.
Sambil meniup-niup jari-jarinya yang terbakar, Bung Karno menggumam sendiri, “Apa maksudnya ini?” Di benak  Bung Karno langsung berkecamuk ramalan-ramalan buruk, isyarat-isyarat gelap, pertanda-pertanda ketidakberuntungan. Akan tetapi, Sukarno muda memendamnya sendiri.
Peristiwa kedua terjadi setelah Bung Karno masuk masjid, tempat untuk melakukan prosesi ijab dan kabul. Dengan khidmat ia duduk di muka kadi (penghulu). Pak kadi memandangi calon mempelai laki-laki yang begitu necis, berdasi pula. Berkatalah tuan kadi, “Anak muda, dasi adalah pakaian orang yang beragama Kristen, dan tidak sesuai dengan kebiasaan kita dalam agama Islam.”
Bung Karno kaget, dan membalas, “Tuan kadi, saya menyadari, bahwa dulunya mempelai hanya memakai pakaian Bumiputera, yaitu sarung. Tapi ini adalah cara lama. Aturannya sekarang sudah diperbarui.”
“Ya!” kata tuan kadi membentak, “tetapi pembaruan itu hanya untuk memakai pantalon dan jas buka.”
“Adalah kegemaran saya untuk berpakaian rapi dan memakai dasi,” tukas Bung Karno tak kalah tajam.
“Kalau masih terus berkeras kepala untuk berpakaian rapi itu, saya menolak untuk melakukan pernikahan…”
Bung Karno bangkit dari kursi dan berkata keras, “Barangkali lebih baik tidak kita lanjutkan…!”
Imam masjid sepertinya mendukung tuan kadi dan melancarkan protes atas sikap Sukarno yang berkeras tidak mau melepas dasi dan menentang tuan kadi. Yang diprotes lebih galak dalam menanggapi, “Persetan , tuan-tuan semua. Saya pemberontak, dan saya akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte orang di hari perkawinan saya.”
Akhirnya… berkat salah seorang alim ulama yang berhasil meredakan ketegangan, pernikahan akhirnya berlangsung, dengan Bung Karno tetap mengenakan dasi. (roso daras)

Akui Ngantuk, Masinis KA Agro Anggrek Jadi Tersangka

okezone.com
Minggu, 3 Oktober 2010 - 14:29 wib

PEMALANG - Masinis KA Agro Anggrek, Muhammad Halik Rusdianto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan kereta yang menewaskan 36 orang. Rusdianto diduga lalai saat bertugas.

"Setelah dilakukan pemeriksaan sejak kemarin malam, status klien saya menjadi tersangka," ujar pengacara Rusdianto, Tugiman, saat ditemui wartawan di Mapolres Pemalang, Jawa Tengah, Minggu, (3/10/2010).

Tugiman menjelaskan saat diperiksa kliennya mengaku lalai saat menjalankan kereta jurusan Jakarta-Surabaya tersebut. "Dia mengakui lalai, dia mengatakan saat itu dirinya mengantuk," sambungnya.

Dalam keadaan mengantuk, Rusdianto kaget melihat sinyal merah pertanda kereta harus berhenti. Asisten masinis bernama Djoyono juga sempat memberi peringatan. "Tetapi keretanya sudah terlanjur masuk ke rel tiga dimana ada KA Senja Utama," jelas dia.

Akibat perbuatannya, Rusdianto dijerat Pasal 359 KUHP subsider Pasal 206 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23/2007 Tentang Perkeretaapian. Rusdianto terancam hukuman paling lama lima tahun penjara karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati.(Akrom Hazami/Koran SI/fer)

JK: Pancasila Memudar Pasca-Reformasi

Minggu, 3 Oktober 2010 | 16:28 WIB
MAKASSAR, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla atau JK, mengatakan, popularitas Pancasila di Indonesia semakin memudar pasca-Reformasi tahun 1998.

Beliau mengungkapkan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam sebuah seminar di Makassar, Minggu (3/10/2010). "Pada zaman Orde Baru, setiap saat masyarakat dihadapkan pada keharusan untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila, seperti saat pelaksanaan ujian sekolah, PNS, dan sebagainya," ungkapnya.

Pada era tersebut, Indonesia, disebutnya, mengalami inflasi Pancasila. Penerapan Pancasila hanya sebatas pada menghafalkan kalimat semata tanpa menjiwai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

"Hal ini bisa kita lihat dengan maraknya perilaku korupsi oleh para pejabat, mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah," ucapnya.

Inilah yang membuat masyarakat jenuh dengan doktrin Pancasila sehingga pasca-Reformasi, popularitas Pancasila semakin memudar. "Saat ini, terjadi degradasi yang sangat signifikan terhadap Pancasila karena masyarakat tidak bisa menemukan dan bahkan kembali mempertanyakan manfaat dasar dari nilai tersebut," tuturnya.

Sabtu, 02 Oktober 2010

OKI Kecam Rencana Publikasi Ulang Kartun Nabi Muhammad

1/10/2010 | 22 Syawal 1431 H | Hits: 268
Oleh: Tim dakwatuna.com – Jeddah. Organisasi Konferensi Islam (OKI), Kamis (30/9), mengutuk rencana publikasi ulang kartun Nabi Muhammad yang akan dilakukan di Denmark. Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, mengatakan pihak berwenang Denmark harus mengambil tanggung jawab moral atas rencana cetak ulang tersebut.
Kartun itu rencananya akan dicetak ulang dalam sebuah buku berjudul ‘Tirani Kesunyian’. Editor budaya surat kabar Jyllands-Posten, Flemming Rose, mereproduksi ulang kartun Nabi Muhammad yang pernah dimuat di halaman depan koran itu pada 2005. ”Penerbitan buku itu sengaja menyulut emosi sektarian dan merusak upaya masyarakat internasional untuk memperkuat saling pengertian dan hidup berdampingan dengan damai di antara berbagai pemeluk agama,” kecam Ihsanoglu.
”Ini adalah pelanggaran terhadap pasal 20 Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Politik dan Sipil (ICCPR) tahun 1966, selain melanggar pasal 140 dari hukum Denmark yang mengatur perlindungan dari ejekan atas dasar sentimen agama dan pasal 266 tentang perlindungan dari penghinaan agama,” tambahnya.
Penerbitan buku itu menegaskan kembali kekhawatiran OKI terhadap penyalahgunaan kebebasan pers untuk menebar Islamophobia di negara-negara Barat. Ihsanoglu telah membahas masalah ini dengan Menteri Luar Negeri Denmark, Lene Espersen, di New York. Diplomat negara-negara Muslim yang berada di Kopenhagen telah mendesak pemerintah Denmark untuk menghentikan penerbitan buku yang menampilkan 12 kartun anti-Islam tersebut.
Lima tahun lalu, Jyllands-Posten telah memuat kartun Nabi Muhammad itu. Tindakan provokatif itu memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia. Masyarakat Muslim di sejumlah negara pun menyerukan boikot kepada produk dan kepentingan Denmark. Kala itu, OKI mengimbau umat Islam untuk menahan diri dari aksi kekerasan lantaran adanya seruan untuk menghukum mati pembuat kartun, Westergaard. (Budi Raharjo/Arab News/RoL)

Makna Orientasi Pendidikan Kampus


Awal ajaran baru pendidikan adalah masa dimana lembaga pendidikan memulai membuka tabir baru dalam melangkah dan mengawali segala aktivitas belajar mengajar. Mahasiswa barupun memulai hari-harinya mengenal dan berexplorasi terhadap dunia barunya. Dunia yang selama ini masih belum mereka pahami secara menyeluruh dan mendetail. Bayang-bayang yang muncul dalam pikiran mereka tentunya berbeda-beda dengan didasari oleh keinginan dan alasan mereka memilih dunianya masing-masing. Didalam diri mereka terdapat begitu banyak factor yang melandasi keputusan mereka memilih kampus atau dunia yang akan mereka geluti selama beberapa tahun kedepan dengan menyandang nama Mahasiswa.
Dikarenakan perbedaan latarbelakang dan alasan yang mendasari mereka masuk dalam satu dunia baru itulah dibutuh sebuah tahapan untuk memperkenalkan dunia barunya kepada mereka. Tahapan yang mampu menyibak tabir ketabuan mereka atas dunia yang akan mereka geluti. Dunia yang berarti lingkungan dimana mereka mampu diterima dan menerimanya. Lingkungan yang dengan setiap dinamikanya akan melibatkan mereka didalamnya. Sehingga informasi dan pengetahuan awal ini sangatlah berarti bagi mereka, karena dengan tahapan ini mereka ditunjukkan apa dan bagaimana Kampus, Mahasiswa dan pembelajaranya itu.
Orientasi Pendidikan Kampus (OSPEK/OPDIK) Orientasi Mahasiswa (OSMA) dan atau nama-nama lain yang intinya adalah sebuah kegiatan yang dilakukan kampus untuk memperkenalkan diri mereka dengan segala keberadaannya kepada masyarakat barunya (Mahasiswa Baru). Tidak hanya sampai disitu, namun sudah kewajiban bagi lembaga pendidikan untuk memberikan pembekalan kepada Calon Mahasiswanya tentang apa dan bagaimanakah menjadi Mahasiswa itu. Namun, dengan segala kepentingan pengkerdilan dan pembodohan yang terjadi, aspek yang menyangkut tentang bagaimana dan apa mahasiswa itu sering di sensor atau lebih sopannya informasi yang diberikan itu di minimalisasikan. Sehingga wajar saja jika setelah mereka menjadi mahasiswa mereka cenderung jauh dari perilaku-perilaku dan cirri-ciri mahasiswa yang sebenarnya. Mereka tak ubahnya robot-robot yang telah di kendalikan oleh kepentingan lembaga demi kepentingan komersialisasi pendidikan atau kepentingan-kepentingan lain yang mampu mengkerdilkan bahkan membodohkan pendidikan kita.
Lalu bagaimanakah seharusnya Orientasi Pendidikan Kampus (OSPEK/OPDIK) itu seharusnya…??? Inilah yang seharusnya difahami oleh para Trainers atau para pengelola lembaga pendidikan sebelum mereka berani mengambil langkah-langkah untuk menjalankannya.
Dari beberapa pemahaman tentang apa itu OSPEK/OPDIK setidaknya ada tiga point yang harus tercapai atau dilaksanakan dalam kegiatan OSPEK/OPDIK tersebut, yaitu:
1.      Orientasi tentang apa itu pendidikan
Hal pertama yang harus difahami oleh calon mahasiswa adalah apa itu arti pendidikan secara konstitusi, histories dan filosopis. Sehingga diharapkan setelah mereka menjadi mahasiswa mengerti apa itu pendidikan yang sebenarnya dan bagaimana seharusnya menjadi anak didik yang baik. Selain itu mereka juga harus dibekali dengan bagaimana keadaan pendidikan di lingkungan/Negara kita saat ini. Sehinggga meraka benar-benar tahu bagaimana untuk menjadi anak didik yang peduli akan arti pendidikan dan keberlangsungan pendidikan dalam diri mereka atau dilingkungan mereka.

2.      Orientasi tentang apa itu kampus
Hal yang kedua yang harus mereka pahami adalah apa itu Kampus, Universitas, Perguruan Tinggi, Fakultas dan Jurusan itu. Apa yang ada didalamnya dan apa perbedaan darinya. Proses belajar mengajar yang terjadi itu seperti apa, sehingga gambaran yang muncul dalam diri mereka adalah sebuah lingkungan baru yang benar-benar mampu diimajenasikan dengan baik. Terlepas dari kenyataan yang mungkin kurang sesuai dengan yang seharusnya. Namun, disatu sisi Lembaga tersebut sudah menjalankan awal pendidikan yang benar dan baik.

3.      Orientasi tentang apa itu mahasiswa
Hal yang terakhir adalah mereka mampu memahami apa arti mahasiswa dengan arti yang sebenar-benarnya. Mulai dari Peran, Fungsi dan haknya secara mendasar. Inihlah hal pokok yang kadang sering di sensor atau diamputasi oleh sebagian orang atau kelompok guna untuk kepentingan-kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok tertentu. Padahal, dari tiga point yang harus tersampaikan dalam proses pengenalan kampus, point yang terakhir ini adalah point yang paling pokok dan paling mendasar untuk diketahui oleh mereka sebelum menyandang nama Mahasiswa.

Bukanlah hal yang mudah untuk menyampaikan tiga point tersebut kepada calon mahasiswa sebelum mereka menginjakkan kakinya didalam sebuah lingkungan baru dan menyandang nama baru yang sesungguhnya sangatlah berat dan mulia yaitu sebagai Mahasiswa. Sehingga dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk mentransfer pengetahuan tersebut melalui beberapa metode yang mendukung dan dipengaruhi oleh factor kultur/budaya dan Sumberdaya Pengelola yang baik. Sehingga tak heran jika beberapa lembaga pendidikan mempunyai metode sendiri-sediri dalam mengelola proses kegiatan pengenalan dan pembekalan kampus tersebut.
Terlepas dari metode atau stetrategi yang dilakukan, namun setidaknya para trainers atau pengelola OSPEK/OPDIK mampu memberikan pengetahuan yang lebih universal. Janganlah berusaha untuk menutup sebagian wilayah pengetahuan dari pengetahuan yang sebenarnya sehingga itu akan menghilangkan hakikat Pemdidikan, Kampus dan Mahasiswa itu sendiri. Sehingga jika itu terjadi, wajar jika mereka setelah menjadi mahasiswa atau sarjana tak ubahnya robot-robot yang hanya bisa bergerak dan berkreasi sebatas kehendak dan kemauan para penyelenggara pendidikan di Tanah Air kita tercinta ini. Mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa diluar itu, mereka tidak akan peduli dengan keadaan bangsa yang saat ini sesungguhnya sangat membutuhkan keajaiban kekuatan mahasiswa yang dulu sudah pernah terjadi.
Sehingga Mahasiswa yang seharusnya Sebagai Inti Kekuatan Pembaharuan justru bisa menjadi dan bertindak sebagai Inti Kekuatan Kehancuran. Karena ketika mahasiswa sudah menjadi antek-antek lembaga pendidikan mereka secara tidak langsung telah menjadi antek-antek penguasa yang kita semua tahu bagaimana moral sebagian besar penguasa pada saat ini.

Seburuk-buruknya kita, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang menjadi pemula atau pencetus sebuah keburukan… Subhanallah…
By: StupidHero