Minggu, 03 Oktober 2010

Pendamping Setia Bung Hatta


Siti Rahmiati Hatta (1926-1999)

Siti Rahmiati Hatta, puteri bangsa kelahiran Bandung, 16 Februari 1926, menikah dengan Muhammad Hatta (Proklamator dan Wakil Presiden RI pertama) di Megamendung, Bogor, 18 November 1945. Ia pendamping Bung Hatta, setia sepanjang hidup, mengukir sejarah Indonesia dari belakang panggung. Siti Rahmiati meninggal di Jakarta, 13 April 1999.

Siti Rahmiati Hatta menyelesaikan pendidikan Christelijke Lyceum (setingkat SMA) di Bandung. Pertama kali bertemu dengan Bung Hatta pada saat ia berusia 17 tahun. Saat itu (1943), Bung Hatta bersama Bung Karno baru kembali dari pengasingan. Rema ja putri Rahmi dan adiknya Raharty (putri Rachim), keduanya sebagai aktivis Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), ikut dalam upacara penyambutan di rumah Mr Sartono, tokoh pergerakan nasional. Saat itu, Rahmi dan Raharty bersalaman dengan Bung Hatta dan Bung Karno.

Dua tahun kemudian, hanya beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Bung Karno melamarnya untuk bersedia mendampingi Bung Hatta. Rahmi dan Hatta pun resmi menikah di Megamendung, Bogor, 18 November 1945, hanya tiga bulan setelah proklamasi. Pernikahan ini dianugerahi tiga anak: Meuthia, Gemala, dan Halida. Rahmi mendampingi Bung Hatta (hingga wafat di Jakarta, 14 Maret 1980) selama 35 tahun, dalam senang dan susah.

Sambil mendampingi Wakil Presiden Bung Hatta, Rahmi pun masih menyempatkan diri memperdalam beberapa bahasa asing, sejarah, dan ilmu politik di bawah bimbingan tutor pribadi. Ia juga punya perhatian mendalam pada pengetahuan dan kesenian, khususnya seni lukis. Sejak remaja hingga menikah dan menjanda, juga aktif selalau di bidang sosial. Ia seorang yang sangat peduli pada orang lain.

Seorang ibu yang bijaksana dan mampu mengurus keluarga dengan baik serta setia dan kuat menyimpan segala kesusahan dan kesedihan. Ia isteri yang sungguh sepadan dengan Bung Hatta. Kendati berusia 24 tahun lebih muda dan memiliki latar belakang yang sangat berbeda dengan Bung Hatta (seorang ilmuwan dan politikus ternama), Rahmi yang saat menikah berusia 19 tahun, mampu berperan sebagai pendamping sepadan.

Rahmi selalu setia dan memberi dukungan kepada Bung Hatta, sang pembesar, tapi hidup sangat bersahaja, bersih, bahkan akan lebih memilih merugikan dirinya sendiri ketimbang merugikan negara.

Sebagai contoh, dari sekian banyak pengalaman Rahmi mendamping Bung Hatta. Suatu ketika, tahun 1950-an, Rahmi ingin membeli sebuah mesin jahit dari tabungan mereka selama bertahun-tahun. Tiba-tiba pemerintah mengumumkan pemotongan uang (Oeang Republik Indonesia). Rahmi mengeluh kenapa Hatta—saat itu menjabat wakil presiden RI—tidak membisikkan hal itu kepadanya.

Bung Hatta, suaminya, hanya menjawab "Yoeke, rahasia negara tidak ada sangkut-pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga," ujar Hatta, sebagaimana dituliskan Rahmi dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (memoar yang diterbitkan 1979).

Termasuk pengalaman saat Bung Hatta hidup dalam pengasingan di Bangka, tatkala Meuthia masih berusia 21 bulan, sebagai salah satu tahap yang berat dalam hidup perkawinan mereka. Rahmi pendamping setia dan sepadan, tidak pernah meminta lebih dari yang diberikan kepadanya. Hidup bersahaja, bersih, tenang, serta peduli dan berguna bagi orang lain.

Bayangkan, pernah suatu ketika, saat Rahmi menerima bunga dari uang simpanannya di bank, ia mendengar seorang kerabatnya akan menunaikan ibadat haji. Uang bunga simpanan itu langsung diberikannya semua, bahkan masih ditambah lagi dengan uang yang lain. Rahmi sendiri, bersama Bung Hatta telah menunaikan ibadat haji pada 1952.

Kebersahajaannya juga terlihat ketika Rahmi mendapat hadiah sebuah rumah dari negara dengan luas bangunan 615 mu22, dan luas tanah 2.000 mu22. Ia sangat haru. Namun, rumah pemberian negara itu agaknya terlalu besar bagi keluarganya, sehingga lebih baik digunakan untuk keperluan-keperluan sosial. Itulah Rahmi yang hidup bersahaja, bersih, tenang, serta peduli dan berguna bagi orang lain, hingga ajal memanggilnya di Jakarta, 13 April 1999 dan dikebumikan di pekuburan Tanah Kusir. ►Hotsan, Ensiklopedi Tokoh Indonesia (TokohIndonesia.com)

(dari berbagai sumber, terutama www.pdat.co.id/hg/apasiapa/html/S/ads,20030626-29,S.html).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar